Jakarta Timur merupakan Kota Administrasi yang memiliki
wilayah paling luas serta memiliki keunikan baik dari sisi historis maupun
obyektif diantara Kota Administrasi lainnya di DKI Jakarta. Dengan luasnya Kota
Administrasi Jakarta Timur, maka sangat mungkin untuk dikembangkan, sehingga ke
depannya Kota Administrasi Jakarta Timur dapat bersaing dengan kota-kota lain
di Indonesia.
Kota Administrasi Jakarta Timur memiliki sejumlah
kawasan-kawasan potensial atau unggulan untuk dapat dikembangkan. Kawasan
unggulan merupakan kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan sektor strategis,
seperti industri, pariwisata, perdagangan, pertanian, permukiman dan
lain-lain.Sektor strategis merupakan sektor yang menempati prioritas utama
karena tingkat peranannya dalam pembangunan. Kawasan strategis kota adalah
kawasan yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat
penting dalam lingkup kota terhadap pembangunan ekonomi, sosial, budaya, dan
lingkungan, serta pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tinggi untuk mengembangkan,
dan melestarikan serta mengkoordinasikan pembangunan nilai strategis kawasan
yang bersangkutan dalam mendukung penataan ruang wilayah.
Secara terperinci beberapa keunikan tersebut tergambar dari
kondisi kawasan potensial yang ada di Kota Jakarta Timur:
1. Kawasan Jatinegara
Kawasan Jatinegara merupakan salah satu pusat kawasan
unggulan bagi kegiatan perekonomian diwilayah Kota Administrasi Jakarta Timur.
Kawasan Jatinegara mulai dikenal pada abad 17, yang dikenal sebagai kediaman
para pangeran yang berasal dari Banten. Nama Jatinegara diriwayatkan berasal
dari kata ”Jatina Nagara” yang berarti kekuatan negara dan merupakan simbol
penggalangan kekuatan para pangeran Banten (melawan Belanda) pada waktu itu.
Kawasan segitiga Jatinegara dikenal juga sebagai serambi
muka Kota Administrasi Jakarta Timur. Kawasan ini merupakan kawasan tertua
kedua setelah kawasan Jakarta Kota. Disamping itu terdapat kawasan-kawasan
etnis cina yang selayaknya tetap dipertahankan untuk memberi keunikan kawasan.
Sejak jaman
Belanda, kawasan ini lebih dikenal sebagai kawasan perdagangan dan jasa baik
formal maupun non formal. Seiring dengan perkembangan jaman, kawasan Jatinegara
telah berkembang menjadi kawasan perdagangan dan jasa yang potensial dalam
rangka menunjang pertumbuhan kegiatan ekonomi.
Aktifitas kawasan semakin padat dengan terdapatnya Stasiun
Kereta Api Jatinegara dan Terminal Bus Kampung Melayu. Namun, dengan adanya
Stasiun Jatinegara dan terminal Kampung Melayu membuat kawasan segiitga
Jatinegara ini menjadi lebih strategis dan mudah untuk dijangkau dari kawasan
sekitarnya.
Disepanjang ”koridor” jalan segitiga Jatinegara terdapat
banyak toko-toko, pasar modern, pasar tradisional dan pedagang kaki lima.
Seluruh pemilik toko dan pasar modern menempati lahan milik negara dengan
status Hak Guna Bangunan (HGB).
Didalam kawasan Segitiga Jatinegara juga terdapat sebuah
pasar dengan komoditi batu aji. Kawasan sentra produksi dan jual beli batu aji
di Rawa Bening yang telah dikenal luas baik pada tingkat lokal, regional,
nasional dan mancanegara juga termasuk ke dalam wilayah Segitiga Jatinegara.
Pasar Rawa Bening ini memiliki luas 10.878 m2. Pasar ini menempati sebagian
lantai dasar pasar Rawa Bening – Jatinegara, dengan jumlah kios usaha yang ada
sebanyak 37 unit usaha.
Pasar batu aji Rawa Bening didirikan pada tahun 1974, pada
awalnya pasar ini diperuntukkan sebagai pasar beras dan pasar seng. Kemudian
pada tahun 1984 pemerintah bekerjasama dengan PD. Pasar Jaya merelokasi
pedagang batu aji dari lapangan Urip ke Pasar Rawa Bening sebanyak 50 pedagang.
Pasar batu aji ini merupakan
satu-satunya yang ada di Kota Jakarta.
Saat ini tengah
dipersiapkan pengembangan dan renovasi bangunan pasar dari 2 lantai menjadi 4
lantai. Selain pengembangan bangunan pasar, direncanakan juga membangun
fasilitas-fasilitas lain dilingkungan pasar rawa bening, yaitu jembatan
penghubung stasiun Jatinegara dengan pasar Rawa Bening; Hotel dan Sarana
Olahraga.
Selain sebagai
kawasan perdagangan, kawasan segitiga Jatinegara juga memiliki karakteristik
sebagai kota tua. Hal ini dapat dilihat dengan masih adanya bangunan-bangunan
tua peninggalan jaman Belanda yang antara lain adalah gereja Kolonia, Gedung
ex-Kodim 0505, klenteng dan rumah-rumah bergaya arsitektur cina.
Sebagai kawasan
yang memiliki potensi cukup tinggi maka kawasan Jatinegara perlu dilakukan
peningkatan, penataan dan pemeliharaan secara bertahap dan terencana dengan
baik. Dengan demikian maka diharapkan kawasan ini bisa menjadi kawasan
prospektive dan berfungsi optimal bagi kegiatan ekonomi di Kota Administrasi
Jakarta Timur.
2. Kawasan Sentra
Primer Baru Timur
Kawasan Sentra
Primer Baru Timur merupakan kawasan yang sangat potensial di wilayah Kota
Administrasi Jakarta Timur dalam peranannya sebagai Pusat Jasa dan Perdagangan,
serta Pemerintahan.
Kawasan dengan
luas 96 Ha ini terletak di Kecamatan Cakung, dan mencakup 2 (dua) Kelurahan
yakni Kelurahan Pulo Gebang dan Kelurahan Penggilingan. Kawasan Sentra Primer
Baru Timur berbatasan dengan Jalan Komarudin disebelah Utara, Jalan I Gusti
Ngurah Rai (Rel KA) disebelah Selatan, Jalan Penggilingan disebelah Barat, dan
Tol Cakung – Cilincing disebelah Timur.
Kawasan SPBT
merupakan kawasan yang sangat strategis, terlihat dari keberadaan kawasan ini
dalam konstelasinya dengan wilayah sekitarnya, yang berdekatan dengan pusat-pusat
kegiatan antara lain: Terminal Bus Pulogadung, Kawasan Industri Pulogadung,
Perkampungan Industri Kecil (PIK), Sentra Meubel Klender, dan berbagai kawasan
permukiman.
Adapun sarana
terbangun yang ada di Kawasan SPBT saat ini adalah : Kantor Walikota
Administrasi Jakarta Timur, Kantor PLN Rayon Pondok Kopi, Kantor Telkom STO
Pondok Kopi, Surge Tower (Menara Air PAM), Kantor Badan Pertanahan Nasional
(BPN) Jakarta Timur, Kantor PTUN Jakarta, Kantor Kodim 0505 Jakarta Timur,
Kantor Badan Pembinaan Hukum (Babinkum) TNI, dan Yayasan Pendidikan Islam Al
Azhar.
Dewasa ini
pengembangan di Kawasan SPBT telah berjalan, walaupun dalam kondisi yang
relatif lambat, sebagai akibat belum terbangunnya infrastruktur jalan secara
optimal, antara lain : Pembangunan Fly Over Pintu Tol Bintara; Pembangunan
Akses menuju Jl. Jatinegara Kaum; Peningkatan jalan sejajar tol sisi barat;
Peningkatan Jl. Penggilingan dan Jl. Pulogebang.
Kawasan Sentra
Primer Baru Timur (SPBT) dan sekitarnya merupakan salah satu kawasan yang potensial
untuk dikembangkan sebagai kawasan multifungsi dan pusat kegiatan, antara lain
: pemerintahan, perkantoran/ jasa umum, perdagangan, peribadatan, pendidikan,
kesehatan, perumahan, rekreasi, olah raga, dan sosial budaya secara terpadu.
Hal ini disebabkan karena kawasan ini termasuk kedalam salah satu kawasan pusat
pengembangan Jakarta ke arah timur.
Nilai strategis
Kawasan SPBT karena didukung fasilitas kota yang memadai seperti Terminal Bus
Pulogadung, Kawasan Industri Pulogadung, Perkampungan Industri Kecil (PIK),
Sentra Meubel Klender, dan berbagai kawasan permukiman. Dewasa ini pengembangan
di Kawasan SPBT telah berjalan, walaupun dalam kondisi yang relatif lambat,
sebagai akibat belum terbangunnya infrastruktur jalan secara optimal, antara
lain: Pembangunan Fly Over Pintu Tol Bintara; Pembangunan Akses menuju Jl.
Jatinegara Kaum; Peningkatan jalan sejajar tol sisi barat; Peningkatan Jl.
Penggilingan dan Jl. Pulogebang.
3. Kawasan
Terminal Pulogebang
Terminal
Pulogebang merupakan terminal pengganti Terminal Pulogadung yang nantinya
diproyeksikan menjadi terminal terbesar dan termodern di Jakarta. Terminal ini
berdiri di atas lahan seluas 72,668 m2. Bangunan ini dilengkapi juga dengan
pusat perbelanjaan dan retail-retail. Area luar bangunan lantai 1 terdiri atas
:
- Area parkir mobil pribadi (534 unit parkir)
- Motor (319 unit parkir)
- Sepeda (75 unit parkir)
- Bus (18 unit parkir)
- Taksi (24 unit parkir)
Sedangkan lantai 2 terdiri atas lajur antar kota (28 unit
bus), dalam kota (6 lajur untuk angkutan kota, 10 lajur untuk bus kecil dan
besar) dan transjakarta (4 set bus articulated).
4. Kawasan Meubel Klender
Kawasan Sentra Meubel Klender merupakan salah satu kawasan
dengan karakter dan daya tarik khusus bagi Kota Administrasi Jakarta Timur
dalam hal barang industri meubel.
5. Kawasan Perkampungan Industri Kecil Pulogadung
Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan DKI
Jakarta, ada 852 kios di areal seluas 44 hektar itu. Unit-unit itu terdiri atas
18 barak kerja dengan pengusaha 429 orang. Jenis-jenis usaha yang digarap di
PIK meliputi konfeksi (275 pengusaha), logam (60), kulit (46), dan aneka
komoditas (44), mebel (22).
6. Kawasan Rumah Pemotongan Unggas Rawa Kepiting
Luas lahan RPU Rawa Kepiting ini mencapai 2 Ha dengan daya
tampung eksisting tahun 2010 sebagai berikut, tempat penampungan ayam
kapasitasnya adalah 72.000 ekor per hari, dengan tempat penampungan sebanyak 36
unit. Sementara untuk pemotongan kapasitasnya mencapai 69.600 ekor per hari,
dengan tempat pemotongan yang tersedia 59 unit.
7. Kawasan Kanal Banjir Timur (KBT)
Kanal Banjir Timur merupakan infrastruktur pengendali banjir
dengan trace sepanjang 23,5 Km dan lebar 100-300 m, kanal ini direncakan akan
menampung aliran dari 5 (lima) sungai, yakni Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali
Buaran, Kali Kramat Jati dan Kali Cakung.
KBT akan melintasi 2 (dua) wilayah yakni Kota Administrasi
Jakarta Timur dan Kota Administrasi Jakarta Utara, mempunyai catchment area
seluas 20,125 Ha, diharapkan mampu mengurangi 13 (tiga belas) titik banjir di
Kota Administrasi Jakarta Timur yang meliputi : Kebon Nanas, Rawa Bunga,
Cipinang Jaya, Cipinang Besar Utara, Cipinang Indah, Cipinang Muara, Cipinang
Melayu, Pulomas Utara, Buluh Perindu, Malaka Selatan, Pondok Kelapa,
Pulogadung, Cakung Barat, dan 5 titik banjir di Kota Administrasi Jakarta Utara
meliputi Ujung Menteng, Komplek Kelapa Gading, Komplek Walikota Jakarta Utara,
Yon Angmor Sukapura, dan Babek ABRI Rorotan.
8. Kawasan Makam Pangeran Jayakarta
Makam Pangeran Jayakarta terletak diwilayah Jatinegara Kaum.
Menurut sejarahnya, Pangeran Jayakarta berasal dari Banten, putra dari pangeran
Sungerasa Jayawikarta bernama pangeran Akhmad Jaketra, yang meneruskan
perjuangan ayahnya tahun 1619 – 1640 M. Basis pertahannya di wilayah Timur
Jakarta, disuatu tempat yang merupakan hutan jati sepanjang kali Sunter. Pada
triwulan III tahun 1619 M, diresmikan dan diberi nama Jatinegara yang mempunyai
arti : Jati = setia dan Negara = Pemerintahan. Jadi berarti Pemerintahan yang
sejati.
Untuk melestarikan makam pangeran Jayakarta di daerah
Jatinegara Kaum, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan membangun 3 (tiga) gapura
di kawasan makam bersejarah tersebut, yakni gapura pertama akan dibangun di
pertigaan jalan Bekasi Timur, gapura kedua akan dibangun di Jalan Alu-alu dekat
Jembatan Kali Sunter, dan gapura ketiga tepat di depan Masjid Assalafiyah.
Didalam kawasan makam Pangeran Jayakarta terdapat sebuah
masjid yang diyakini dibangun oleh Pangeran Jayakarta. Masjid ini bernama
Masjid Assalafiyah. Saat ini, masjid Assalafiyah sudah ditetapkan menjadi cagar
budaya dan suaka peninggalan sejarah. Pengelolaannya berada di bawah Dinas
Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta.
Saat ini, masjid Assalafiyah dirawat oleh R Suprijadi yang
juga merupakan salah seorang keturunan Pangeran Jayakarta. Beliau di tugaskan
sebagai juru pelihara masjid dan makam sesuai yang tertuang didalam Surat
Keputusan Gubernur DKI Jakarta.
Masjid Assalafiyah dibangun pada tahun 1620, dan hanya
merupakan masjid kecil dengan empat tiang pokok dan satu cungkup (atap masjid).
Masjid ini telah beberapa kali dipugar. Pertama tahun 1700 oleh pangeran
Sogiri. Kemudian, pada tahun 1884 dilakukan pemugaran kembali oleh Tubagus Aya
Kasim. Perluasan bangunan masjid dilakukan pada pemugaran yang dilakukan oleh
Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada tahun 1968. pemugaran terakhir dilakukan
pada tahun 2003-2004 oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta Sutiyoso. Walaupun
sudah sering mengalami pemugaran, namun keaslian dari masjid ini tetap
dipertahankan yaitu bangunan masjid dengan empat pokok yang terbuat dari kayu
jati hingga ke atapnya.
Berbagai kegiatan keagamaan juga telah banyak
diselenggarakan di masjid Assalafiyah. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain
adalah : pengajian remaja setiap hari jum’at; pengajian ibu-ibu di hari minggu;
pengajian umum di hari sabtu; serta peringatan hari besar islam seperti Isra’
Mi’raj dan Maulid Nabi.
9. Kawasan Hutan
Kota dan Taman Kota
Padatnya manusia
menjadi masalah lingkungan di perkotaan. Pertumbuhan penduduk mempengaruhi
perkembangan permukiman serta kebutuhan prasarana dan sarana, fisik kawasan
kota mungkin berkembang secara ekonomi, namun mutu lingkungannya turun. Ruang
gerak di kota serba sumpek, pengap, berjubel, bising, air, tanah, udara
tercemar.
Kota yang sehat mestinya memiliki sejumlah lahan terbuka.
Sebagai hutan kota, lahan ini bermanfaat menjadi sumber udara bersih untuk
mengimbangi pencemaran udara dan suara bising dari mesin pabrik atau kendaran
bermotor. Masyarakat dan pemerintah harusnya memahami soal ini dan segera
melakukan tindakan nyata mewujudkan RuangTerbuka Hijau (RTH) di kota.
Menyikapi keadaan tersebut, maka Pemerintah Kota Jakarta
Timur melakukan pengembangan hutan kota dan taman kota yang ada di Jakarta
Timur, karena pembangunan hutan kota merupakan bagian dari pengelolaan
lingkungan rencana tata ruang wilayah (RTRW). Itu berarti pemerintah dan warga
masyarakat sama-sama punya tanggungjawab mendorong pembangunan RuangTerbuka
Hijau di lingkungan mereka.
Melihat pentingnya hutan kota sebagai paru-paru kota yang
dapat membantu menetralisir pencemaran udara yang disebabkan oleh kendaraan
bermotor, maka kelestarian hutan kota dan taman kota perlu dijaga dengan baik.
Sumber : http://timur.jakarta.go.id/